Kamis, September 20, 2012

Resonansi dan Dimensi Hati

Mmmm.. secara juduuul, memang terkesan.. terkesan apa yah? terserah yang baca saja deh ^_^

Senin malam (17/09/2012) mengantarmu pulang, sesaat dirimu turun dari kuda bermesin milik kakakku itu, hati memang sudah merasa tak nyaman dengan keberadaan 'hatinya' sendiri. Entah karena apa, tapi malam itu aku memang tak banyak bicara seperti biasanya, sesaat dirimu turun dari kuda bermesin itu. Aku memilih segera menyelesaikan kata yang perlu aku katakan, ya! mungkin seperlunya. Aku tahu, aku bukanlah seseorang yang ekspresif dengan perasaanku sendiri kepada orang lain yang bahkan dekat denganku. Setelah kuda bermesin itu berlari menuju peraduannya, bahkan tak ada lima menit pun setelah berlari, hati serasa mendung ingin hujan begitu deras. Tapi entah apa yang memaksa hati ini begitu derasnya memaksa sang mata untuk hujan begitu pilu. Mata yang berkaca-kaca sudah menutupi pandanganku membawa kuda bermesin ini. Hati begitu terasa pilu. Sesekali aku mendongak ke langit, bahkan langit pun tak kulihat berbintang, atau aku tak bisa melihatnya. Beberapa kali aku bertanya pada hati, 'ada apa? mengapa tak nyaman seperti ini suasananya?.' Sesekali terhenti hujan, namun beberapa kali hujan jatuh di sepanjang jalan. Terasa ada yang sakit, namun aku tak tahu apa yang menyebabkannya, atau bahkan siapa yang sedang aku rasai? Semua terpikir berkelebatan sepanjang jalan, semua yang sedang menjadi pikiran, semua yang dekat dengan hati ini. Malam pun terpejam dengan pertanyaan yang tak sempat terjawab.
Pagi. Seharian aku mengunci diri, terkotak dalam dinding berpintu rapat, dengan hujan yang kadang datang dan kadang reda. Meski sore harinya, aku hanya menggerakan tangganku untuk menanyai kabar seseorang yang sangat kusayangi, entah apa yang menggerakan jemari tertuju pada satu nomor--karena terkadang, ketika jemari atau pun gerak tubuh tak mampu menunjukan kemana, aku kirimi pesan ke seluruh nomor yang memiliki hubungan kedekatan di hati ini. Namun tidak halnya dengan hari itu, tertuju pada satu nomor. Dan dari satu nomor itulah 'malam terpejam dengan pertanyaan' terjawab sudah di sore itu. Sakitmu adalah sakitku. Itulah jawaban Resonansi dan Dimensi Hati senin malam itu. Sebisa mungkin, aku berbuat apa yang harus kuperbuat dan juga dengan tetap berdoa untukmu kepadaNya. Karena hanya IA-lah yang Maha Melindungi lagi Maha Penyayang.


Secara ilmu semua bisa dipelajari, apalagi jika hubungannya dengan Resonansi dan Dimensi dalam Fisika--hm hm.. mentang-mentang background lulusan fisika, kayaknya memang fisika ini mengalir dalam darah yah :D #kayaknya--Resonansi bisa dikatakan sebagai peristiwa turut bergetarnya suatu benda krn pengaruh getaran gelombang elektromagnetik luar (KBBI), atau bisa juga 'proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang bergetar, hal ini terjadi dikarenakan suatu benda bergetar pada frekuensi yang sama dengan frekuensi benda yang terpengaruhi.' Dan Resonansi ini juga terkait osilasi, frekuensi dan amplitudo.--haduh-haduh, cukuplah fisikanya ga usah dalem-dalem n'tar tenggelem. 

Namun demikian halnya dengan Fisika Kehidupan. Apapun bisa dimengerti, apapun bisa dipelajari dari setiap peristiwa kehidupan yang terjadi. Tak pernah jauh dari sekitar kita, di dekat kita, bahkan kadang kita pun tak menyadari kehadirannya. Osilasi dalam kehidupan (setiap peristiwa yg berubah secara berkala atau bolak-balik antara dua nilai -Fis) bisa saja diartikan setiap peristiwa apapun yang dialami setiap orang di kehidupan sehari-harinya yang memiliki interaksi berkala dalam hangatnya jabat tangan, senyum tulus, peluk kasih sayang dan keterikatan hati antar sesama, bahkan sampai ada marah, kecewa, benci, cemburu, sedih dan sebagainya, itu semua yang menjadikan resonansi semakin dipengaruhi. Tapi satu hal pengaruh besar pada Resonansi Hati, keterikatan hatinya dengan yang Menciptakan Sang Hati. Semakin dekat, semakin pekat, semakin tinggi nilai iman dan ketakwaannya, semakin besar, semakin terbuka lebar dan semakin transparan resonansi itu terjadi. Yahh! jadi tinggi rendahnya amplitudo itu, bisa dipengaruhi dengan keterikatan hatinya dengan yang Menciptakan Sang Hati (In physics, resonance is the tendency of a system to oscillate at a greater amplitude at some frequencies than at others. -Fis). Maksudnya, karena osilasi pada resonansi akan terjadi pada amplitudo yang lebih besar atau tinggi. Jadi ketika keterikatan hatinya dengan yang Menciptakan Hati berjarak karena keimanan manusia dapat mengalami fluktuasi, disana juga amplitudo untuk merasakan Resonansi itu kadang terasa, kadang tidak. Terasa karena sedang baik dan dekat dengan yang Menciptakan Sang Hati, Tidak terasa resonansi apapun justru karena sedang berjarak jauh dengan yang Menciptakan Sang Hati. Maka jagalah slalu keistiqomahan untuk tetap dalam jalanNya yang Lurus yang penuh dengan Cahaya, yang bisa melihat jauh pandang ke depan tanpa ada yang menghalangi, tembus tanpa batas, transparan, ke segala dimensi yang tak bisa di lihat oleh mata biasa.

Iman itu kadang naik kadang turun maka perbaharuilah iman kalian dengan la ilaha illallah.” 
(HR Ibn Hibban). 
Semua tahu dan hafal sekali dengan hadits ini. Dan juga mestinya tahu, sebab iman bertambah dan berkurang karena apa secara terperinci, juga jenis grafik yang menggambarkan setiap tingkat keimanan.

Bagaimana? Tahu dimana letak Dimensi Hati terkait Resonansi Hati? Ya! Ketika terjadi Resonansi dalam diri kita, disanalah ada dimensi yang tak kenal dinding pembatas, waktu yang kadang bisa maju lebih cepat atau bisa melambat. Apa sebab? Karena ketika Resonansi Hati terjadi, apa yang terasa di hati kita, apa yang kadang kita tak rasa, justru disanalah kita untuk dipaksa 'merasa' ketika ada suatu peristiwa yang dialami oleh seorang atau seseorang yang memiliki kedekatan secara hati dengan kita, memiliki keterikatan hati dengan kita, mengalami sesuatu yang membutuhkan kita untuk sama-sama merasakannya. Ingatkah? 

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (QS. Al Hujuraat: 10)

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits berikut:

“Rosulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : seseorang belum bisa disebut orang mu’min sehingga mampu mencintai saudaranya (sesama Muslim) bagaikan mencintai diri sendiri
(HR. Anas bin Malik RA)

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. (أخرجه البخارى {481})

Artinya:
"Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda, 'Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan'."
(HR. Bukhari [481])


عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا شْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بَالسَّهْرِ وَالْحِمَى. (أخرجه البخارى {6011})
Artinya:
"Diriwayatkan dari Nu'man bin Bisyr r.a., dia berkata, 'Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda, 'Orang-orang mukmin dalam hal saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada sebagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh tidak bisa tidur dan turut merasakan sakitnya."
(HR. Bukhari [6011])

anfahanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar